Rabu, 12 Juli 2017

Pacarku Ternyata Pemuja Donald Trump

cr google image
Dear Admin,

Aku tahu kalian seringkali memuat cerita tentang nasib percintaanku, tapi aku jamin kali ini ada yang berbeda dengan kisah asmaraku yang sebelum-sebelumnya. Jika dulu ceritaku lebih bernuansa ngarep, bertepuk sebelah tangan, dan sekedar jadi gebetan, kini setelah hidup lebih dari seperempat abad akhirnya aku benar-benar ngerasain yang namanya pacaran.

Ya Alloh, Min, tepuk tangan dong, Min!
Aku sebenarnya hampir putus asa karena tak kunjung berjumpa dengan belahan jiwaku. Kalau mereka bilang jodoh itu di tangan tuhan, aku sampe berpikir jangan-jangan tuhan udah lepas tangan sama aku. Tapi gak mungkin, kita gak boleh suudzon ama tuhan.

Ceritanya mulai sejak setahun lalu, ketika aku sudah jenuh dengan Jakarta. Aku merasa gak cocok dengan kota ini, karena kondisi jalanannya sama banget sama kondisi rejeki dan datangnya jodohku, sama-sama macet.

Aku akhirnya memutuskan mengadu nasib ke Amerika, alasannya sederhana saja, karena mengadu ayam apalagi mengadu domba itu dilarang oleh agama.
Di Amerika aku berniat mencari ilmu dan merintis karir, sukur-sukur kalau bisa seperti Cinta Laura, dari yang cuma bisa naek ojhek becyek becyek tau tau kini udah punya body six pack. Bye, Agnez Mo!

Kenapa juga aku harus ke Amerika? Karena seperti tadi yang kusebut, karena aku niatnya mencari ilmu. Kalau aku niatnya nyari Habib Rizik ya pasti aku ke Saudi Arabia.

Satu hingga dua minggu aku coba menjelajahi area tempat aku bermukim, aku merasa asing dan sepi di sini. Aku bahkan hampir pingsan karena gak nemu abang cilok dan somay sapu-sapu di kolong kolong halte bus terdekat. Cari sari puspa sachetan juga susah banget lagi, ampun banget dah, Min.

Setiap malam aku nongkrong depan apartemen untuk menunggu abang-abang kopi keliling yang berdagang pake sepeda. Lumayan untuk hangatkan badan, pikirku. Malam ketiga setelah aku kena masuk angin akut, akhirnya aku disamperin satpam komplek terdekat. Dia bilang di Amerika gak ada yang jual kopi keliling, kalau mau ngopi, ngeteh, atau nongkrong bisa pergi ke Starbucks yang ada di ujung jalan.

Berterima kasih untuk infonya, akupun melontarkan pertanyaan terakhir untuk Pak Sekuriti. “Tapi, di Starbucks bisa pesen indomie telor gak?”

Tak mendapat jawaban pasti, keesokan harinya aku berjalan menuju Starbucks. Biarin dah kalau gak ada indomie, kali-kali aja mereka sedia bubur kacang ijo ama ketan hitam, pikirku.

Ternyata Starbucks tak seperti warung kopi yang kuduga. Mereka hanya sedia kopi dan gengsi buat pengunjungnya, tak ada indomie dan kawan-kawan. Alhamdulillahnya Min, di Amerika tidak ada gerakan boykot Starbucks, jadi toko ini masih buka dan bisa dimasuki oleh imigran seperti aku.

Aku memesan kopi bercampur susu untuk diminum, dan semula ingin pesan sandwich untuk disantap. Tapi si penjaja bilang bahwa sandwichnya mengandung babi jadi tak bisa dimakan. Mungkin itu sandwich kawin sama babi, lalu begitu di USG ketahuan deh kalo lagi mengandung babi.

Singkat cerita minuman aku datang, tapi hampir tak ada tempat untuk duduk. Sampai aku melihat seorang pria bule sedang duduk sendirian di pojokan kafe dan di depannya ada bangku kosong.
Aku memberanikan diri menghampirinya yang sedang asik membaca.

“Misi, Mas,” sapaku. Si Mas Bule hanya menatap tajam
“Mas, bangku depannya kosong ya? Saya boleh duduk sini gak?” tanyaku. “Emm” dia menjawab singkat.
Ku tarik bangku di depanku, dan si pria masih asik membaca buku. Awkward dengan suasana yang ada, aku pun sok akrab dengan bertanya lagi.
“Lagi baca, Mas?” basa-basiku.
“Enggak, lagi ngalap berkah! Udah tahu baca.” Jawabnya jutek.

Ya Alloh, pikirku, judes bener sih nih bule. “Untung lo bule, Mas. Kalo supir gojek udah gue kasih bintang satu loh,” celetukku, yang aku yakin dia gak paham.

Karena dia sibuk membaca, ya masa iya aku udah jauh-jauh ke Starbucks cepet-cepet minum kopinya. Biar ada kesibukan aku coba intip dalam ranselku apa yang bisa aku keluarkan biar kelihatan sibuk.

Ada sih alat jahit, tapi kalau aku keluarin nanti dikira tukang vermak levis keliling.

Akhirnya, kulihat ada buku yang terselip. Ku keluarkan dan mulai ku buka perlahan. Di hadapanku, ku melihat tatapan si pria bule tajam ke buku yang kupegang.

Aku pun khawatir, ya tuhan, jangan-jangan yang aku keluarin buku stensilan sampe dia gitu banget ngelihatnya. Aku balik bukuku dan kuintip lagi sampulnya, enggak kok.
Tanpa di duga si pria bule mulai bersuara. “Wah, kamu suka karya-karyanya si XXX, ini kan genre ceritanya gelap,” kata dia sangat antusias. Dari sana obrolan kami pun mengalir lancar, selancar jalanan Jakarta saat musim liburan.

Dia pun mengenalkan dirinya, “Nama saya, Jim” katanya. Saya pun menjawab, “Hai, saya Jun.”
Lalu seperti judul sinetron zaman dulu, Jim dan Jun selalu berdua kemana-mana.

Minggu, 16 April 2017

Kisah Lelaki Yang Tak Sanggup Kondangan Ke Mantan

Hi pembaca yang budiman,

Meski sudah lama tak apdet, blog ini senantiasa menerima curhat-curhat galau dan tak penting yang siap ditampung dan diumbar. Ini karena kami punya prinsip, makin diumbar, dihina, maka kita akan semakin kuat terhadap ujian cinta di masa lalu #tsah.

Berikut adalah kisah dari seorang lelaki, tentang mantannya yang istimewa, dan sangat memaksa untuk dimasukkan dan dipublikasikan ke blog ini. Silakan disimak kisah pasangan Moana dan Moente berikut.

Ps : tulisan yang di dalam tanda kurung adalah komen dan reaksi spontan Admin
-------------------

Kenapa gambarnya mesti Gong Yoo? Biar kekinian aja jawabnya

Mereka ibarat lulus kuliah. dapatkan selembar ijazah lalu nikah sama orang lain...
mereka.. barisan mantan saya..

M. 28 (Panggil saja Moente)

28 tahun usia saya sekarang. sudah 12 orang yang saya pacari dan 17 gebetan. Itu sudah yang termasuk menolak saya untuk menjadi pendampingnya.

(SOMBONG BENER LAU!)

Saya tidak mungkin mengupas semuanya. terlalu banyak. buku ini bisa jadi seperti kamus bahasa inggris zaman dulu, yang tebelnya ampun-ampunan.

(MASIH AJA SOMBONG LAU, INGET ORANG SOMBONG TEMPATNYA NERAKA PALING BAWAH, deket basement)

Tadinya saya pikir itu hal yang biasa. Setiap orang satu per satu datang, kemudian berhubungan, terus berpisah dan lari ke orang yang lain. Dan beberapa yang di sekitar akan memulai analisa-analisa gila untuk hidup saya. Ya sebagian menjadikannya bahan tertawaan.
Cuma ternyata tidak sesederhana itu.

B. MOANA

Cewek itu bernama Moana. Nama itu saya karang sendiri. Karena kalau pakai nama bunga atau melati, tempatnya ada di berita kriminal yang setiap hari ada di tangan sopir metromini. Lagian kalo pake nama Moana lebih familiar dan lebih bisa dibaca oleh balita.



Maret 2017, Moana akhirnya menikah. Moana pacar saya yang ke 12. Sengaja saya tidak menggunakan kata mantan. Seperti Presiden, penggunaan kata mantan disebut sangat menyakitkan, sebab bisa diartikan seseorang itu tanpa jasa dan kesan, apalagi tanpa rasa.

Moana, cewek yang manis. Tingginya sekitar 156 cm, rambut panjang, berkulit putih, mata sedikit sipit dan menarik. Kalau tidak menarik, saya bakal urung mengajaknya kencan.

(Ya kalau dia tidak menarik, pasti dia mendorong. Kayak pintu di indomared)

Profesi kita sama, jurnalis. Hanya beda media.
Usia pacaran kita tak lebih dari setahun. Mungkin sekitar 9 bulan. Ini berawal dari sebuah event internasional yang diselenggarakan di Bali pada 2013. Kita berdua adalah delegasi dari media masing-masing.

Sebelum event itu dimulai, sebenarnya kita sudah saling kenal. Tapi cuma sebatas itu. Seperti biasa, saya tak terbiasa untuk memulai percakapan panjang dengan seseorang yang hanya sebatas kenal.
Singkat cerita, malam itu BB saya berbunyi. Bunyinya biasa saja, seperti kebanyakan orang.
Tit, satu permintaan teman datang. Nama yang muncul cukup familiar, saya pun dengan cepat menerimanya.

Moana : Hai.. Moente ini Moana, temennya Baymax
Saya: Hai..

Percakapan ini muncul karena butuh tau tentang agenda peliputan esok hari. Ia harus menggantikan temannya liputan. Baymax, entah kenapa merekomendasikan saya sebagai tempat bertanya.

Sebagai teman yang baik, saya pun memberikan jawaban dengan cepat, tepat dan lengkap.
Balas berbalas BBM terjadi. Bahkan tidak hanya sekedar soal peliputan. Banyak hal yang cukup sering kita bahas. Mungkin juga berulang. Seperti"lagi ngapain?", "gimana liputan hari ini?", "eh kenapa sih rupiah jeblok?". Ya begitulah kehidupan jurnalis ekonomi.

Sampai akhirnya kita kencan. Kencan beneran. Dalam kamus jurnalis artinya, dua pasang yang sengaja bertemu di luar agenda peliputan.

Moana ulang tahun. Baymax bisikkan itu ke telinga saya. Tapi di depan semua orang. Kan ngehe.

Berhubung belum ada status apa-apa. Saya juga tidak berbuat banyak. Ucapan saya sampaikan di penghujung hari ulang tahunnya. Tanpa kado, apalagi kue.

Saya: Jadi kapan gw dapat traktiran?
Moana : Ayo sini, lagi makan bareng anak-anak nih.

Saya tidak datang. Maklum, saya tergolong jurnalis kurang kerjaan. Malam jadi waktu yang paling menyenangkan bagi saya untuk mengolah data untuk bahan berita esok hari. Traktiran pun diundur.
Hari Minggu. Ya saya cukup ingat, itu lepas senja. Di sebuah mal bilangan Jakarta Selatan. Tak jauh dari lokasi kantor kita berdua.

Celana jeans robek di lutut, baju kaos plus flanel dan tas kecil yang bergantung di lengan saya. Agak tidak pas dengan Moana yang cukup rapi dengan pakaiannya. Tapi ya sudahlah. Baru masuk mal, tiba-tiba ada cecunguk datang. Cecunguk ini bernama Dory. Teman sesama jurnalis.

Dory: Moente, ngapain lu?
Saya: Eh Dor, mau ketemu temen nih (terbata-bata panik)
Dari kejauhan nampak Moana sedang berjalan. Saya pun memberi kode untuk menunggu di sana. Berharap Dory tidak berspekulasi.
Kami akhirnya bertemu. Basa basi dimulai dengan ngomongin Dory.

Rabu, 27 Juli 2016

Reshuffle Menteri Tak Akan Pengaruhi Status Wartawan

"Kadang menterinya udah dapat gandengan baru, wartawannya malah masih aja sendiri.”

Mantan wartawan yang kurang pakar dalam masalah percintaan, sebut saja Gustidha, mengatakan perombakan kabinet yang dilakukan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo di pertengahan tahun tidak akan membawa dampak signifikan.

“Terutama untuk status-status para wartawan yang liputan acara itu, udah sih cuma nambah kerjaan aja reshuffle itu,” kata dia sambil menyedot es teh punya kawannya, Rabu (27/07).

Reshuffle, kata Gustidha, bisa terjadi setiap tahun. Saat menteri berganti berkali-kali, sudah menjadi rahasia umum wartawannya masih yang itu-itu saja. Perbedaannya hanya terjadi di beberapa unsur yang terlihat bertambah atau berkurang.

Selasa, 03 Mei 2016

Sebenarnya, Ada Apa Sih Dengan Cinta ?

Sebelum kita masuk ke inti pembahasan, izinkan saya membahas soal pemilihan judul di atas.

Semula sayah kepikiran untuk kasih judul “Surat Terbuka Untuk Cinta”...tapi itu terlalu mojok.

Atau satu kata saja dengan tambahan satu tanda tanya, jadinya “Cinta ?”...tapi judul satu kata itu udah khasnya si catatan yang minggir-minggir.

Atau..opsi untuk lebih singkat lagi. Jadinya “Cyin ?”...tapi terlalu ngondek.

Akhirnya sayah putuskan memakai judul yang sesuai dengan kegelisahan nurani ini. Tapi, tetap ditambah dengan tanda tanya. Kenapa mesti pakai tanda tanya? Karena tanda lahir saya cuma satu dan tanda bintang sayah sudah habis dimintain sama abang-abang ojek onlen...(Yaela).

Pertama sayah kudu jelasin bahwa tulisan ini bukan review. Tulisan ini sebenarnya adalah curahan hati dari kegelisahan saya sebagai sebener-benernya perempuan kepada Mbak Cinta di “Ada Apa Dengan Cinta 2?”

Perlu diketahui, sayah sangat menikmati “Ada Apa Dengan Cinta (1)?” sayah bahkan nonton film itu sampe dua kali. Buat ukuran anak SMA waktu itu, nonton dua kali adalah hal luar biasa. Itu artinya Nicholas Saputra film itu berkesan sekali.

Lalu 14 tahun kemudian. Saya bertambah usia, tambah pengalaman, tambah ilmu, dan secara konsisten bertambah berat badan hingga 30 kilogram.

Balik ke topik utama, 14 tahun kemudian tayanglah Ada Apa Dengan Cinta Jilid II. Di mana ceritanya masih berkutat seputar Cinta and the gang, dan romansa Cinta dengan Rangga. Awalnya saya penasaran, akan seperti apa dikemas cerita lanjutan dari film yang pernah jadi fenomena waktu itu ?

Senin, 25 April 2016

Rejekiku, Deritamu

Dear pembaca yang maha pengertian,

Hampir dua taun gue sama Gusti membengkalaikan blog yang nyaris tenar ini. Lebih banyak emang kesalahan gue. Banyak hal dan perkara yang membuat gue ga sanggup lagi nulis secara berkelanjutan. Tapi toh pada akhirnya hasrat kita buat jadi public figure mengalahkan segalanya. Jadi, di tengah kesibukan yang makin membahana, gw putuskan untuk melanjutkan apa yang kita berdua mulai taun 2012 silam.

Sebagai pengantar, tulisan-tulisan di blog ini akan sedikit berbeda dengan yang dulu. Kita (gue sama Gusti) yang semakin “dewasa” memutuskan menulis hal-hal yang sedikit lebih serius dan mudah-mudahan menginspirasi orang-orang kurang kerjaan yang kebetulan mampir ke blog ini.

Topik inspirasional kita hari ini adalah rejeki.