Dear Gusti,
Gua harus memulai surat kali dengan
permohonan maaf karena udah lama gue membengkalaikan blog kita. Bukan lantaran
gua nggak sayang atau nggak cinta, tapi apa daya, di akhir masa studi gua ini,
tekanan disertasi semakin melilit. Yang bisa gua lakukan hanya makan-tidur-nonton
film-makan lagi-tidur lagi-nonton film lagi (paham kan lu kenapa disertasi gua
nggak kelar-kelar?)
Tak terasa tiket pulang ke Indonesia
udah berada di tangan gua. Tanggal 16 September nanti, lau bisa liat muka gua
kalo kesorot di CCTV bandara Soekarno-Hatta. Mudah-mudahan nggak ada yang
kecopetan pas gua mendarat, jadi penampakan gua cukup menjadi konsumsi sekuriti
bandara.
Walaupun gua pulang dengan gelar
akademik yang baru, tapi peruntungan di bidang asmara sepertinya nggak
mengalami perubahan. Mungkin ini yang dimaksud sebagai “The Great Stagflation”,
sebuah istilah yang dipopulerkan oleh Jeffrey Sachs, seorang ekonom yang
ketenarannya konon menyaingi Bang Haji Oma Irama di Amerika sana.
Artinya, gua mengalami stagnasi
kondisi hati. Masih aja hampa tiada yang mengisi. Tapi di sisi lain, libido
mengalami inflasi, naik terus, sulit dikendalikan, mirip harga bawang merah kalo
mau lebaran.
Di sini posisi gua semakin pelik. Kalo
dulu, asal ngeliat cowok-cewek pada cipokan, paling gua cuma melengos terus
ngeloyor. Kalo sekarang Mabs, asal ada yang cipokan, gw terpaksa cari batu buat
gw remes-remes.
Ini tehnik yang gua dalami sejak
lama. Fungsinya buat nahan berak. Cukup efektif mematikan mules, tapi kurang
bisa diandalkan untuk ngilangin napsu ngegebukin orang yang kurang peka sama
fakir asmara. Akibatnya, akhir-akhir ini emosi gua jadi nggak karuan. Naek turun
kayak harga minyak yang dimaenin spekulan.