Minggu, 16 April 2017

Kisah Lelaki Yang Tak Sanggup Kondangan Ke Mantan

Hi pembaca yang budiman,

Meski sudah lama tak apdet, blog ini senantiasa menerima curhat-curhat galau dan tak penting yang siap ditampung dan diumbar. Ini karena kami punya prinsip, makin diumbar, dihina, maka kita akan semakin kuat terhadap ujian cinta di masa lalu #tsah.

Berikut adalah kisah dari seorang lelaki, tentang mantannya yang istimewa, dan sangat memaksa untuk dimasukkan dan dipublikasikan ke blog ini. Silakan disimak kisah pasangan Moana dan Moente berikut.

Ps : tulisan yang di dalam tanda kurung adalah komen dan reaksi spontan Admin
-------------------

Kenapa gambarnya mesti Gong Yoo? Biar kekinian aja jawabnya

Mereka ibarat lulus kuliah. dapatkan selembar ijazah lalu nikah sama orang lain...
mereka.. barisan mantan saya..

M. 28 (Panggil saja Moente)

28 tahun usia saya sekarang. sudah 12 orang yang saya pacari dan 17 gebetan. Itu sudah yang termasuk menolak saya untuk menjadi pendampingnya.

(SOMBONG BENER LAU!)

Saya tidak mungkin mengupas semuanya. terlalu banyak. buku ini bisa jadi seperti kamus bahasa inggris zaman dulu, yang tebelnya ampun-ampunan.

(MASIH AJA SOMBONG LAU, INGET ORANG SOMBONG TEMPATNYA NERAKA PALING BAWAH, deket basement)

Tadinya saya pikir itu hal yang biasa. Setiap orang satu per satu datang, kemudian berhubungan, terus berpisah dan lari ke orang yang lain. Dan beberapa yang di sekitar akan memulai analisa-analisa gila untuk hidup saya. Ya sebagian menjadikannya bahan tertawaan.
Cuma ternyata tidak sesederhana itu.

B. MOANA

Cewek itu bernama Moana. Nama itu saya karang sendiri. Karena kalau pakai nama bunga atau melati, tempatnya ada di berita kriminal yang setiap hari ada di tangan sopir metromini. Lagian kalo pake nama Moana lebih familiar dan lebih bisa dibaca oleh balita.



Maret 2017, Moana akhirnya menikah. Moana pacar saya yang ke 12. Sengaja saya tidak menggunakan kata mantan. Seperti Presiden, penggunaan kata mantan disebut sangat menyakitkan, sebab bisa diartikan seseorang itu tanpa jasa dan kesan, apalagi tanpa rasa.

Moana, cewek yang manis. Tingginya sekitar 156 cm, rambut panjang, berkulit putih, mata sedikit sipit dan menarik. Kalau tidak menarik, saya bakal urung mengajaknya kencan.

(Ya kalau dia tidak menarik, pasti dia mendorong. Kayak pintu di indomared)

Profesi kita sama, jurnalis. Hanya beda media.
Usia pacaran kita tak lebih dari setahun. Mungkin sekitar 9 bulan. Ini berawal dari sebuah event internasional yang diselenggarakan di Bali pada 2013. Kita berdua adalah delegasi dari media masing-masing.

Sebelum event itu dimulai, sebenarnya kita sudah saling kenal. Tapi cuma sebatas itu. Seperti biasa, saya tak terbiasa untuk memulai percakapan panjang dengan seseorang yang hanya sebatas kenal.
Singkat cerita, malam itu BB saya berbunyi. Bunyinya biasa saja, seperti kebanyakan orang.
Tit, satu permintaan teman datang. Nama yang muncul cukup familiar, saya pun dengan cepat menerimanya.

Moana : Hai.. Moente ini Moana, temennya Baymax
Saya: Hai..

Percakapan ini muncul karena butuh tau tentang agenda peliputan esok hari. Ia harus menggantikan temannya liputan. Baymax, entah kenapa merekomendasikan saya sebagai tempat bertanya.

Sebagai teman yang baik, saya pun memberikan jawaban dengan cepat, tepat dan lengkap.
Balas berbalas BBM terjadi. Bahkan tidak hanya sekedar soal peliputan. Banyak hal yang cukup sering kita bahas. Mungkin juga berulang. Seperti"lagi ngapain?", "gimana liputan hari ini?", "eh kenapa sih rupiah jeblok?". Ya begitulah kehidupan jurnalis ekonomi.

Sampai akhirnya kita kencan. Kencan beneran. Dalam kamus jurnalis artinya, dua pasang yang sengaja bertemu di luar agenda peliputan.

Moana ulang tahun. Baymax bisikkan itu ke telinga saya. Tapi di depan semua orang. Kan ngehe.

Berhubung belum ada status apa-apa. Saya juga tidak berbuat banyak. Ucapan saya sampaikan di penghujung hari ulang tahunnya. Tanpa kado, apalagi kue.

Saya: Jadi kapan gw dapat traktiran?
Moana : Ayo sini, lagi makan bareng anak-anak nih.

Saya tidak datang. Maklum, saya tergolong jurnalis kurang kerjaan. Malam jadi waktu yang paling menyenangkan bagi saya untuk mengolah data untuk bahan berita esok hari. Traktiran pun diundur.
Hari Minggu. Ya saya cukup ingat, itu lepas senja. Di sebuah mal bilangan Jakarta Selatan. Tak jauh dari lokasi kantor kita berdua.

Celana jeans robek di lutut, baju kaos plus flanel dan tas kecil yang bergantung di lengan saya. Agak tidak pas dengan Moana yang cukup rapi dengan pakaiannya. Tapi ya sudahlah. Baru masuk mal, tiba-tiba ada cecunguk datang. Cecunguk ini bernama Dory. Teman sesama jurnalis.

Dory: Moente, ngapain lu?
Saya: Eh Dor, mau ketemu temen nih (terbata-bata panik)
Dari kejauhan nampak Moana sedang berjalan. Saya pun memberi kode untuk menunggu di sana. Berharap Dory tidak berspekulasi.
Kami akhirnya bertemu. Basa basi dimulai dengan ngomongin Dory.